Pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 memiliki tujuan
Pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 memiliki beberapa tujuan. Berbagai pihak menyebut pemberontakan itu sebagai salah satu peristiwa paling berdarah di provinsi Jawa Barat itu. Saat itu, ada pembunuhan besar-besaran yang merenggut banyak korban.
Sebelumnya, ada berbagai macam serangan. Termasuk penyerangan di Sulawesi. Hingga tahun 1950, pembantaian dilakukan di provinsi Jawa Barat. Serangan itu dipimpin langsung oleh Kapten Wes Turling. Dia, bersama dengan APRA (Angkatan War of the Fair Queen), bersama dengan 800 orang, dengan jahat melakukan berbagai macam tindakan kejam.
Pemberontakan APRA yang menjijikkan di Jawa Barat
Serangan berdarah dengan korban anggota APRIS dipimpin oleh Pierre Westerling. Pada tahun 1950 serangan itu terjadi. Inilah yang dilakukan pada 23 Januari. Laporan menunjukkan bahwa Westerling memiliki 500 ribu tentara yang membentuk organisasi rahasia.
Itu dikirim langsung keJM Verburgh, yang merupakan pengawas polisi dari Belanda. Ada laporan bahwa organisasi rahasia itu bernama Ratu Adil Persatouan Indonesia. Sementara itu, organisasi ini memiliki unit bersenjata. Ini disebut APRA.
Pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 memiliki tujuan tertentu. Saat dibentuk, Westerling menghubungi Panglima Tentara Belanda bernama Buurman Van Vrin. Pertemuan itu digelar Westerling untuk membahas rencana pemberontakan di pemerintahan Presiden Sukarno.
Akhirnya, ketika tanggal 5 Januari 1950, Pierre Westerling mengirimkan ultimatumnya kepada RIS. Bahkan, ia meminta RIS menghormati negara-negara seperti negara bagian Pasundan. Ia juga meminta RIS untuk mengakui bahwa APRA adalah angkatan bersenjata dan bertugas sebagai tentara Pasundan.
Namun, ultimatum itu rupanya tidak dijawab. Akhirnya, dia memutuskan untuk melakukan kudeta. Westerling dan para pengikutnya menembak dan membunuh angkatan bersenjata yang mereka temukan . Sejumlah pasukannya, bersama Sersan Meyer, dibawa ke kota Jakarta untuk melakukan penangkapan terhadap Soekarno.
Pemberontakan APRA di Jawa Barat 1950 M ditujukan untuk di Di bawah ini
Pemberontakan besar-besaran di provinsi Jawa Barat ini dilakukan setelah Indonesia merdeka. Perlawanan terus dilakukan di berbagai tempat hingga suatu saat Indonesia benar-benar memperoleh kemerdekaan dengan tangannya sendiri.
Namun, rupanya, berbagai perselisihan atau masalah muncul setelah deklarasi kemerdekaan. Sebenarnya, pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 memiliki cukup banyak tujuan.
- Dukungan RIS
Berbagai perundingan dilakukan oleh penjajah Belanda dan NKRI dan selama ini berpihak pada Indonesia , yang seringkali menerima kerugian. Misalnya, ketika negosiasi seperti Linggarjati dan Renville diadakan, tetapi ternyata pihak Belanda menyangkal hal tersebut.
Berbagai pihak mengatur Republik Indonesia. Namun, ada yang ingin RIS tetap ada. Mereka adalah pendukung APRA. Pendukung negara kesatuan akhirnya dilumpuhkan oleh pihak APRA
- Belanda ingin aman di Indonesia
Pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 juga dimaksudkan untuk membuat Belanda tetap bertahan di Indonesia. Keberadaan penjajah ini di Indonesia, rupanya, memberi mereka keuntungan yang lebih besar. Mereka menerima dana dari koloni untuk hidup.
Tentu saja, pihak Belanda mendapat manfaat dari berbagai bidang. Pemberontakan APRA juga dilakukan sebagai jalan keluar untuk mempertahankan posisinya di Indonesia.
- Negara-negara Pasundan dapat dilindungi
Negara Federal Pasundan sebenarnya adalah bagian dari RIS. Lokasinya berada di provinsi Jawa Barat. Belanda melakukan ini untuk mendukungnya dengan orang-orang yang tidak berpihak pada Republik Indonesia. Hal ini dilakukan dengan janji sederhana dari masyarakat Indonesia.
- Penciptaan negara federal
Pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 ditujukan untuk menciptakan negara federal di negara tersebut. Inilah tujuan utama terciptanya APRA. Hal ini dilakukan dengan membunuh berbagai pihak penting untuk melancarkan aksinya.
- Mempertahankan pasukan Anda sendiri
Belanda juga ingin memiliki pasukan sendiri di negaranya . Hak atas kebebasan pemerintahan. Mereka yang bergabung dengan APRA adalah tentara yang tidak diterima di APRIS karena kurangnya persyaratan. Akibatnya, APRA akan digunakan sebagai tentara utama di negara bagian Pasundan.
Pemberontakan APRA yang Sadis
Pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 memiliki tujuan yang sangat sadis. Pemberontakan ini meninggalkan luka yang sangat dalam. Bandung terlihat seperti kota mati pada awal tahun 1950. Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950, pasukan bergerak ke berbagai pos di kota Bandung.
Prajurit itu adalah pemimpin Raymond Westerling, Ratu APRA. Gerakan ini terus dilakukan oleh pasukan APRA. Mereka berjalan, mengendarai bangsa Moor, jip dan banyak lagi. Para prajurit ini akan memberontak melawan warga sipil, merebut barang, melakukan berbagai macam penyiksaan.
Masyarakat Bandung ngeri. Semua toko tutup. Semua penduduk berusaha melarikan diri dari pasukan pemberontak. Para prajurit terus melucuti senjata siapa pun yang bertemu di jalan Tsimindi menuju Cibereume. Semua anggota APRIS yang mereka temukan terbunuh.
Personel yang siap pergi ke pangkalan yang sesuai juga tidak luput dari kekejaman mereka. Westerling, bersama anak buahnya, tidak pernah memiliki kesempatanuntuk menembak tentara APRIS yang saya temui. Tidak hanya mereka ditembak, tentara APRIS bahkan dicincang seperti binatang.
Sedikitnya 61 prajurit TNI tewas dalam aksi kekerasan mereka. Pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 untuk menguntungkan pihak Belanda juga membuat18 warga sipil tidak bersalah. Faktanya, tidak ada anggota APRA yang menjadi korban. Kejadian ini menyebabkan Bandung menjadi seperti kota mati.
Pengakuan APRA atas peradilan yang panik
Kejadian yang sangatmeresahkan di Bandung itu juga diakui oleh APRA. Kelompok ini mengaku melakukan berbagai macam pengusiran tokoh militer kepada tokoh sipil di Bandung.
Padahal, Westerling memang menyasar beberapa tokoh penting di provinsi Jawa Barat. Tokoh-tokoh tersebut antara lain Kolonel Sadikin, Letnan Soetoko sebagai Wakil Kepala Staf Divisi SilivaNgi, dan Mayor Mohamad Riwai sebagai Kepala Penerangan Militer gubernur militer keempat Jawa Barat.
Empat lainnya adalah Letnan Kolonel Sentot Iskandardinata, Kolonel Lentan Dr. Erry Sudevo, yang merupakan kepala staf divisi Silivangi, Sujono, yang merupakan anggota parlemen negara bagian Pasundan tetapi pro-RI, dan Mayor CPM Roehan Rosley. Rencana pembunuhan itu dilakukan dengan memberikan racun kepada 7 orang.
Tetapi upaya untuk membunuh dengan mencampurkan racun ke dalam minuman mereka tampaknya gagal untuk n. Halini disebabkan oleh fakta bahwa salah satu anggota tahu tentang rencana di sisi yang sangat kejam dari APRA. Akhirnya, mereka berencana untuk melakukan pemotretan langsung. Namun, itu juga tidak berhasil karena setiap target berhasil melarikan diri.
Tindakan APRA yang benar-benar menjijikkan bisa menjadi cerita kelam bagi bangsa Indonesia. Di era setelah kemerdekaan, berbagai bentuk pemberontakan memang terjadi, yang menyebabkan Indonesia goyah. Pemberontakan APRA di Jawa Barat pada tahun 1950 dimaksudkan untuk melemahkan Republik Indonesia dan menghancurkan pemerintahannya.